Madinah,SuaraMetropolitan
Ada banyak romantisme kisah dalam penyelenggaraan ibadah haji. Salah satunya adalah kisah Mbah Bardan (92), jemaah asal Lampung Utara yang tergabung dalam kelompok terbang (kloter) 10 Embarkasi Jakarta – Pondok Gede (JKG-10).
Mbah Bardan tak dapat membendung rasa gembira, bisa tiba di Tanah Suci. Senyumnya sumringah ketika petugas mengiringinya dengan kursi roda. Namun, siapa sangka, di balik rasa Bahagia bisa tiba di Kota Nabawi, tersimpan rindu mendalam untuk istri tercinta.
“Sudah nabung berdua untuk haji, sesudah itu malah saya ditinggal sama istri,” air matanya netes saat cerita kepada petugas di Bandara Amir Muhammad Bin Abdul Aziz (AMAA) Madinah, Kamis (16/5/2024).
Baca juga: Tips Jemaah Haji saat Tinggalkan Hotel untuk Beribadah di Masjid Nabawi
Mbah Bardan bercerita, keinginannya menunaikan ibadah haji berdua dengan istri. Ia berusaha mewujudkan hal itu dengan menabung hasil keringatnya sendiri. Bekerja sebagai tukang bangunan, ia telah mendaftar haji sejak 2013.
Namun, takdir Allah berkata lain. Harapannya pergi haji berdua dengan istri tak terwujud. Sebab, sang istri lebih dulu menghadap Ilahi.
“Namun, belum sampai waktu berhaji tiba, istri saya malah meninggalkan saya selama-lamanya,” matanya berkaca-kaca, menahan tetes air mata kedua.
Meski didorong dengan kursi roda, Mbah Bardan optimis bahwa kondisinya baik-baik saja. “Saya bisa jalan sendiri,” katanya sambil berupaya berdiri namun urung, karena dicegah petugas.
Baca juga: Tak Perlu Khawatir, Jemaah Haji Bisa Masuk Raudhah dengan Tasreh
Lelaki 92 tahun itu lalu melanjutkan ceritanya, mengungkap rasa cinta tak terkira pada sang belahan jiwa. “Ya sayang banget, saya sudah siapkan tempat peristirahatan terakhir nanti bersebelahan sama saya,” kata lelaki kelahiran Jogjakarta tersebut.
Bila pepatah bilang, cinta ada karena biasa. Begitu pula Mbah Bardan dengan kisahnya. “Awal mula saya kenal istri saya, karena dulu suka ngaji bersama, eh lha kok jadi saling cinta,” tuturnya.
Petugas haji tampak tersenyum mendengar kisah Mbah Bardan. Ada perasaan tak nyaman yang menyesakkan dada. Ini bukan kisah Adam dan Hawa, bukan pula Habibi dan Ainun. Tapi, kisah Mbah Bardan yang senantiasa setia berharap supaya dapat sesurga berdua dengan istri tercinta.
“Gapapa, saya sudah sampai sini, saya doakan istri masuk surga, saya dan dia bisa bersama di surga.” pungkasnya. (*)