Palembang,SuaraMetropolitan – Dugaan aliran uang Rp 400 juta dalam perkara korupsi proyek pokok pikiran (pokir) DPRD Sumsel menyisakan tanda tanya besar di ruang sidang. Sosok “Ibu” yang disebut saksi dalam persidangan tak kunjung diklarifikasi, membuat Komunitas Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (K MAKI) menyebut ini sebagai bagian dari “drama hukum yang penuh ketakutan”.
Deputi K MAKI, Feri Kurniawan, menyatakan sikap kritisnya setelah membaca sejumlah pemberitaan media yang mengungkap kesaksian dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Palembang, Rabu (25/6/2025).
Dalam berita-berita itu, terungkap bahwa saksi Erwan Herli, pegawai Bank Sumsel Babel menyatakan bahwa terdakwa AM mencairkan uang Rp 400 juta untuk “Ibu”, yang ia asumsikan sebagai AN, mantan Ketua DPRD Sumsel. Namun, jaksa tidak mengejar lebih lanjut penyebutan itu, sementara kuasa hukum AM buru-buru menyebutnya hanya sebagai asumsi pribadi saksi.
“Setelah saya cermati sejumlah berita tentang sidang ini, sangat jelas ada ketimpangan keberanian. Jaksa tidak menggali lebih lanjut, pengacara buru-buru bilang itu asumsi. Apa karena yang disebut-sebut punya jabatan politik? Ini terkesan semua pihak ngeri dengan satu nama, padahal publik justru ingin kejelasan,” kata Feri kepada SuaraMetropolitan.
Baca juga: K MAKI Soroti Pemeriksaan Harnojoyo: Bukan Sekadar Diperiksa, Tapi Harus Bertanggung Jawab!
Menurut Feri, jika memang “Ibu” adalah pejabat tertentu, maka jaksa punya kewajiban hukum untuk menelusuri. Jika bukan, jaksa tetap harus mengklarifikasi agar tidak menimbulkan spekulasi liar.
“Kita bicara uang negara Rp 400 juta. Ketika nama disebut di ruang sidang, meski diasumsikan, itu bukan lagi ranah diam-diam. Jaksa wajib bertindak, bukan membiarkan,” ujarnya.
Feri juga menyindir kuasa hukum terdakwa yang menurutnya lebih sibuk membentengi satu nama, ketimbang membantu membuka kebenaran demi kepentingan kliennya sendiri.
Baca juga: Ketika Mobil Dinas Jadi Lebih Penting: AP3 Gugat Logika Anggaran Kabupaten PALI
“Bukannya membela kliennya secara murni, pengacaranya malah seperti sibuk membungkus satu nama agar tidak disentuh. Padahal justru pengacara harus dorong penyelidikan agar kliennya tak jadi tumbal politik,” kritiknya.
Karena menilai Kejati Sumsel pasif, K MAKI mendorong agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengambil alih penanganan kasus ini.
“Kami khawatir ada ‘tembok politik’ yang coba dilindungi. Kalau Kejati gamang, serahkan ke KPK. KPK punya pengalaman membongkar jaringan korupsi legislatif seperti ini,” pungkas Feri.
Sebelumnya, dalam perkara ini, tiga terdakwa telah dihadirkan di persidangan, AM (Kabag Humas DPRD Sumsel), AP (Kadis PUPR Banyuasin), dan WAF (kontraktor). Kasus ini berkaitan dengan dugaan suap proyek pokir dari anggaran Bantuan Keuangan Bersifat Khusus (BKBK) Pemprov Sumsel tahun 2023.