Jakarta, (Metro Indonesia) — Pandemi virus corona (Covid-19) di Indonesia dan global mulai menunjukkan tren penurunan kasus secara signifikan dalam beberapa bulan terakhir.
Kendati demikian, terdapat sejumlah negara yang masih mengalami kenaikan kasus Covid-19 seperti Korea Utara.
Meskipun kasus mulai melandai, Badan Kesehatan Dunia (WHO) masih belum memutuskan untuk mencabut status pandemi Covid-19.
WHO baru-baru ini juga mewanti-wanti sejumlah temuan penyakit yang terjadi akibat penularan virus baru, sebagaimana berikut:
1. Hepatitis Akut Misterius
WHO hingga saat ini masih belum bisa mengumumkan jenis penyakit hepatitis misterius yang kebanyakan menyerang usia anak. Mereka kemudian mengkategorikan empat definisi atau status dalam hepatitis akut misterius ini per 23 April 2022.
Pertama, kasus konfirmasi yang belum tersedia saat ini lantaran belum diketahui penyebabnya. Kedua, status probable, bagi mereka yang terpapar hepatitis akut (virus non-hepatitis A-E) dengan AST atau ALT lebih dari 500 U/L, berusia kurang dari 16 tahun, ditemukan sejak 1 Oktober 2021.
Ketiga, Epi-linked. Yakni seseorang dengan hepatitis akut (virus non-hepatitis A-E) dari segala usia yang merupakan kontak dekat dari kasus yang dikonfirmasi sejak 1 Oktober 2021.
Keempat, Pending klasifikasi, yakni apabila hasil serologi hepatitis A-E belum ada, namun karena kriteria terpenuhi. Serta discarded yang berarti kasus dengan presentasi klinis yang dapat dijelaskan karena penyebab penyakit lainnya.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga telah melaporkan jumlah kasus kematian yang diduga akibat infeksi hepatitis akut misterius bertambah menjadi 7 pasien per data laporan terakhir 1 Juni 2020 Pukul 16.00 WIB. Jumlah kematian itu bertambah 3 kasus dibandingkan data per 30 Mei 2022.
Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril menambahkan sementara ini pemerintah juga telah mengidentifikasi 24 kasus dugaan hepatitis akut misterius di Indonesia. Puluhan kasus itu menurutnya juga berasal dari belasan provinsi Indonesia.
2. Cacar Monyet
WHO juga telah melaporkan 257 kasus cacar monyet yang telah terkonfirmasi dan 120 kasus suspek di 23 negara non-endemik. Hal tersebut disampaikan WHO dalam update kasus cacar monyet pada Minggu (29/5) lalu. Kendati demikian, tak ada kasus kematian akibat cacar monyet di negara non-endemik yang dilaporkan.
Merespons kemunculan penyakit ini, Kemenkes telah meminta masyarakat waspada terhadap penyakit cacar monyet yang saat ini ditemukan di sejumlah negara. Kemenkes juga memastikan sejauh ini belum ada laporan temuan cacar monyet di Indonesia.
Melalui Surat Edaran Nomor HK.02.02/C/2752/2022, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes Maxi Rein Rondonuwu mengatakan cacar monyet dapat bersifat ringan dengan gejala yang berlangsung 2-4 pekan, tapi dalam beberapa kasus berujung kematian.
Maxi menjelaskan, sebagian kasus berhubungan dengan adanya keikutsertaan pada pertemuan besar yang dapat meningkatkan risiko kontak baik melalui luka, cairan tubuh, droplet, dan benda yang terkontaminasi.
Karena itu, Maxi meminta pemerintah daerah, fasilitas pelayanan kesehatan, dan kantor kesehatan pelabuhan memantau perkembangan kasus Monkeypox tingkat global, serta memantau penemuan kasus sesuai definisi operasional penyakit cacar monyet berdasarkan WHO.
3. Virus Hendra
Para peneliti dari Griffith University baru-baru ini menemukan varian baru virus Hendra (HeV-g2) yang dapat menular ke kuda dan manusia. Virus Hendra merupakan patogen yang bersirkulasi secara alami pada kelelawar dari genus Pteropus (flying fox) Australia.
Epidemiolog Universitas Airlangga (Unair) Laura Navika Yamani menyebut varian virus Hendra memiliki tingkat kematian lebih tinggi daripada virus corona yang telah merenggut ratusan ribu nyawa di Indonesia.
“Fatality rate atau tingkat kematiannya lebih tinggi. Jika Covid-19 pada tingkat 3-4 persen, virus Hendra berada pada tingkat 50 persen kematian,” kata Laura dalam keterangan tertulis yang dikutip dari situs resmi Unair, Jumat (3/6).
Kendati lebih mematikan, namun Laura menyebut virus Hendra umumnya masih jarang ditemukan pada manusia. Berdasarkan data dari tahun 1994 hingga 2013 dilaporkan tujuh kematian manusia akibat virus ini.
Laura kemudian menjelaskan, virus Hendra ditemukan tahun 1994 pada wabah penyakit di kawasan Hendra, Brisbane, Australia. Virus yang bersumber dari kelelawar ini dapat menyerang sistem pernafasan dan neurologi pada hewan dan manusia.
Laura melanjutkan, virus Hendra berpeluang masuk ke tubuh manusia melalui perantara hewan mamalia seperti Kuda. Ia menyebut, virus Hendra dapat menular ke manusia melalui kontak erat, disertai tingkat higienitas yang rendah.
Adapun ia menyebut penularan virus Hendra dari kelelawar ke kuda menjadi wajar, terlebih mengetahui fakta bahwa keduanya memiliki habitat yang sama. Penularan virus terjadi melalui droplet.
Kemudian, kelelawar pemakan buah yang memiliki habitat dengan kuda, dapat melakukan buang kotoran atau urine yang akhirnya bercampur dengan rumput yang menjadi makanan kuda. Sehingga rumput yang akan dimakan kuda terkontaminasi dengan virus tersebut.
(Sumber : CNN)
Deretan Kasus Wabah Penyakit Baru Usai Covid-19 Melandai
SuaraMetropolitan4 min baca