Lubuk Linggau,SuaraMetropolitan Satu lagi kasus rudapaksa yang mendapatkan perhatian dari Kementerian Sosial. Adalah seorang anak berusia 14 tahun di Lubuk Linggau, Sumatera Selatan menjadi korban Rudapaksa kakek berusia 63 tahun yang merupakan tetangga korban. Kemensos pun melakukan berbagai upaya baik dari segi medis maupun sosial agar korban bisa kembali pulih dan beraktivitas seperti anak seusianya kembali, Selasa 7 Mei 2024.
Kemensos yang mengetahui tentang kasus ini dari media, segera berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait seperti Polres, Dinas Sosial, Kejaksaan Negeri Kota Lubuk Linggau dan lain-lain. Kemensos pun segera melakukan asesmen untuk mengetahui keadaan korban lebih lanjut dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan. Dari hasil asesmen, Kementerian Sosial melalui Sentra Dharma Guna Bengkulu melakukan intervensi psikososial dan memfasilitasi keperluan medis korban di RSUD Siti Aisyah Lubuk Linggau. Koordinasi dengan aparat penegak hukum pun dijalin guna memastikan pelaku mendapatkan hukuman setimpal.
Baca juga: Kemendagri Sosialisasikan UU Nomor 3 Tahun 2024 tentang Desa
“Pekerja sosial dan penyuluh sosial Sentra Dharma Guna Bengkulu memberikan terapi relaksasi dan CBT (Cognitive Behavioral Therapy). Selain itu Kemensos juga memfasilitasi pendampingan psikologis oleh psikolog klinis RSUD Siti Aisyah,” kata Kepala Sentra Dharma Guna Syam Suryani dalam laporan kepada Menteri Sosial. Meski masih belia, korban merupakan sosok yang tangguh.
Pasca kejadian yang menimpanya, korban cenderung malu dan merasa sedih serta takut. Akan tetapi, saat ini korban merasa senang karena banyak pihak termasuk Kementerian Sosial yang memperhatikannya.
Baca juga: Launching Pilgub Sumsel Tahun 2024-2029
Selain intervensi medis dan hukum, Kemensos juga akan membantu pendidikan gadis belia tersebut. Korban yang putus sekolah saat kelas 4 Sekolah Dasar, kini bertekad akan melanjutkan sekolahnya melalui PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) Paket A karena usianya yang tak lagi memungkinan mengulang Sekolah Dasar.
Keluarga Dinda yang tergolong dalam keluarga pra-sejahtera pun tak luput dari perhatian Kemensos. Ayah Dinda yang bekerja sebagai buruh harian di kebun karet milik orang hanya berpenghasilan rata-rata Rp. 800.000 sebulan, sedangkan ibunya bekerja sebagai pengepak kerupuk dengan penghasilan rata-rata Rp. 80.000 hingga Rp. 100.000 per minggunya. Dengan penghasilan tersebut, orang tua korban harus menafkahi korban dan keempat saudaranya.
Untuk menunjang kebutuhan keluarga korban, Kemensos pun memberikan bantuan ATENSI (Asistensi Rehabilitasi Sosial) berupa pemenuhan nutrisi, pemenuhan kebutuhan dasar, alat kebersihan diri, sandang dan perlengkapan kamar. Selain berbagai bantuan tersebut, Kemensos juga tetap melakukan monitoring terkait proses hukum yang sedang berlaku. (*)