Jakarta,SuaraMetropolitan – Momen pelantikan Rektor Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Prof. Didi Sukyadi, menuai sorotan publik setelah prosesi pengucapan sumpah jabatan dilakukan menggunakan Bahasa Inggris. Tak hanya menuai kritik, Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal bahkan memilih walk out dari acara tersebut sebagai bentuk protes.
Anggota Komisi X DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah, turut angkat bicara. Ia menegaskan bahwa kampus semestinya menjadi panutan dalam menjunjung tinggi nilai-nilai kebangsaan, termasuk dalam hal penggunaan Bahasa Indonesia.
“Sebagai lembaga pendidikan, kampus hendaknya menjadi teladan dalam implementasi nilai-nilai kebangsaan dalam penggunaan Bahasa Indonesia,” ujar Ledia di Jakarta, Rabu (18/6/2025).
Menurutnya, pejabat publik, termasuk rektor, seharusnya menggunakan Bahasa Indonesia dalam setiap acara formal. Ia mengacu pada Pasal 31 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan, yang secara tegas mengatur penggunaan Bahasa Indonesia dalam forum resmi kenegaraan.
“Sependek pengetahuan saya, pejabat publik diwajibkan menggunakan Bahasa Indonesia pada acara-acara formal,” imbuhnya.
Baca juga: K MAKI Bongkar RAB Pusri IIIB: Konsep Kasar, Risiko Korupsi Besar
Insiden pelantikan yang menggunakan Bahasa Inggris itu dinilai Ledia tidak hanya keliru, tetapi juga berpotensi melanggar aturan kebahasaan yang sudah ditetapkan oleh negara.
“Kita berharap aturan yang tertuang dalam undang-undang ini dipatuhi oleh setiap elemen bangsa agar tidak mencederai simbol-simbol kedaulatan negara,” tegasnya.
Ledia menyampaikan bahwa dirinya sependapat dengan sikap Wakil Ketua DPR yang memilih meninggalkan acara. Menurutnya, kampus sebagai pusat pembelajaran dan pencetak generasi masa depan seharusnya menjadi garda terdepan dalam menjaga marwah Bahasa Indonesia.
“Tentunya peristiwa ini harus menjadi pelajaran untuk semua pihak, khususnya lembaga pendidikan seperti kampus dan bagi civitas akademika,” ujar legislator dari Dapil Jawa Barat I tersebut.
Ia juga mendorong Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) untuk mengambil langkah korektif, baik berupa surat imbauan maupun pembinaan lebih lanjut kepada institusi pendidikan tinggi.
Baca juga: Korlantas Warning Pelaku Logistik, Penindakan ODOL Dimulai Juli
“Bisa melalui surat imbauan maupun pembinaan berkelanjutan,” kata politisi Fraksi PKS ini.
Meski mengakui pentingnya penggunaan bahasa asing dalam konteks akademik internasional, Ledia menilai bahwa menjadikan Bahasa Inggris sebagai bahasa utama dalam prosesi kelembagaan seperti pelantikan rektor adalah langkah yang tidak proporsional.
“Bahasa Inggris penting di tengah era globalisasi, tetapi jangan sampai lupa dalam kegiatan formal, Bahasa Indonesia harus tetap utama. Apalagi acara dilaksanakan di dalam negeri,” jelasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa Bahasa Indonesia telah diakui sebagai salah satu bahasa resmi pada Konferensi Umum UNESCO ke-42 di Paris, 20 November 2023. Pengakuan tersebut menjadikan Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi internasional ke-10.
“Karenanya kita harus bangga terhadap Bahasa Indonesia, bahasa persatuan kita yang telah diakui dunia,” tegasnya.
Menutup pernyataannya, Ledia berharap peristiwa ini menjadi momentum bagi dunia pendidikan untuk memperkuat kembali kesadaran berbahasa Indonesia di ruang-ruang resmi akademik.
“Semoga kejadian ini tak terulang lagi di masa depan, dan secara khusus saya berharap agar dunia pendidikan dapat menjadi promotor dalam membudayakan Bahasa Indonesia di forum-forum resmi,” pungkasnya. (*)