Palembang,SuaraMetropolitan – Komunitas Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (K MAKI) menyoroti dua poin krusial dalam skandal dugaan korupsi Pasar Cinde, yakni “pemeran pengganti” dengan bayaran Rp17 miliar serta aliran dana swasta ke pejabat untuk urusan pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Deputi K MAKI, Feri Kurniawan, menyatakan bahwa kedua temuan tersebut menunjukkan adanya pola rekayasa sistematis yang berpotensi mengarah pada upaya melindungi aktor besar di balik kasus. Ia menyebut ini bukan sekadar pelanggaran hukum, tapi kemungkinan besar merupakan bagian dari skenario terstruktur.
“Kalau benar ada Rp17 miliar untuk membayar pemeran pengganti, itu artinya kasus ini bukan lagi perkara individu. Ini bisa jadi bagian dari sandiwara hukum yang dirancang untuk menyelamatkan pihak tertentu,”kata Feri, Kamis (3/7/2025).
Menurut Feri, angka Rp17 miliar merupakan sinyal kuat bahwa ada kekuatan besar yang mengatur jalannya kasus ini. Ia mempertanyakan dari mana asal dana tersebut, siapa yang mengatur distribusinya, dan siapa yang menikmati keuntungannya.
“Kita bicara soal uang miliaran rupiah. Dari mana asalnya? Apakah dari kantong swasta, korporasi, atau dana proyek? Ini harus diusut tuntas,” tegasnya.
Selain itu, K MAKI juga menyoroti indikasi adanya aliran dana dari pihak swasta kepada oknum pejabat dengan iming-iming pengurangan beban BPHTB. Ia menyebut bahwa praktik semacam ini sudah menjadi rahasia umum, dan sangat mungkin berkaitan dengan skema yang digunakan dalam proyek Pasar Cinde.
Baca juga: Palembang Penuh Iklan Rokok di Jalan Protokol, Aturan Tinggal Dekorasi?
“Kami minta aparat hukum segera menetapkan tersangka dalam dugaan suap atau gratifikasi terkait BPHTB. Setoran-setoran seperti ini membuka ruang besar untuk praktik mafia tanah dan pencucian uang,” jelasnya.
Feri menegaskan bahwa penanganan perkara Pasar Cinde tidak boleh berhenti pada penetapan satu dua nama saja. Kami akan selalu memonitor jalannya penyidikan agar tidak ada aktor intelektual yang lolos dari jerat hukum.
“Kami menduga ini bukan sekadar proyek bermasalah, tapi bagian dari model korupsi yang sistemik. Kalau tidak dibongkar sekarang, ini akan jadi preseden buruk bagi penegakan hukum di daerah terkhusus di Sumsel,” tutupnya.